28 Desember 2009

Iman kepada kitab-kitab Allah bag.2

Fungsi Iman kepada Kitab-kitab Allah


Setelah mempelajari kitab-kitab Allah sebagaimana yang telah di uraikan pada page sebelumnya, kitapun dituntut untuk mengetahui dan mengimani fungsi kitab-kitab-Nya, khususnya kitab suci Al-Qur’an. Fungsi kitab suci Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai pedoman bagi kehidupan pribadi, kehidupan masyarakat, dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Pedoman dalam kehidupan pribadi

Karena Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan petunjuk bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa, hendaklah kita mengambil aturan-aturan yang terdapat didalamnya.

”Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Baqarah:1-5)

2. Pedoman dalam kehidupan bermasyarakat

Al-Qur’an selain mengatur kehidupan pribadi, juga mengatur kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan pribadi-pribadi atau keluarga yang terdiri dari berbagai bangsa atau suku bangsa yang berlainan bahasa dan adat istiadat. Makna Al-Qur’an sebagai pedoman bermasyarakat, yaitu didalamnya memuat norma-norma tersebut, tidak hanya membenarkan tetapi mereka mengikuti apa-apa yang terdapat di dalamnya.

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS Al-Baqarah:285)

3. Pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa kedudukan dan fungsi kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman bagi berbagai kehidupan termasuk berbangsa dan bernegara diterangkan dalam Al-Qur’an:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat:13)

Ajaran Islam dalam memandang manusia tidak membeda-bedakan warna kulit, suku bangsa, bahasa, dan letak geografis. Manusia yang paling mulia di hadapan Allah adalah mereka yang berkakwa kepada-Nya.

Iman kepada kitab-kitab Allah bag.1

Kedudukan Kitab-kitab Allah


Kitab Allah (kitabullah) adalah kumpulan wahyu yang disampaikan kepada rasul-rasul-Nya untuk dijadikan pedoman hidup bagi hamba-hamba-Nya supaya mereka hidup berbahagia di dunia dan di akhirat. Sebagaiman kita ketahui bahwa beriman kepada kitab-kitab Allah itu termasuk rukun iman yang ketiga, tidak termasuk mukmin bagi mereka yang mengingkari atau meragukannya. Setiap agama mempunyai kitab suci yang membuat pokok ajaran agama tersebut. Kitab suci agama Islam adalah Al-Qur’an yaitu wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Setiap surat atau ayat yang terdapat pada Al-Qur’an semuanya wahyu Allah, tidak ada satupun yang bukan wahyu-Nya. Isi kitab suci Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi seluruh Umat Islam, bahkan menjadi petunjuk bagi Umat manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam.

1. Hubungan Manusia dengan Allah SWT

Orang yang telah benar-benar iman kepada Allah SWT serta mengakui dan meyakini bahwa Islam sebagai agamanya, dengan sendirinya akan beriman kepada ajaran yang telah diwahyukan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad SAW, maupun kepada wahyu yang diturunkan kepada Rasul-rasul sebelumnya.

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS Al-Baqarah:136)

2. Hubungan Manusia dengan dirinya sendiri

Setelah seseorang beriman kepada Allah SWT, beriman kepada Kitab-kitabnya, serta beriman pula kepada Rukun Iman lainnya, ia juga hendaklah menyadari akan fungsi dan kedudukan dirinya. Dengan menyadari akan fungsi dan kedudukan dirinya, manusia tidak akan lupa terhadap dirinya, tidak akan menyiksa, dan tidak akan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Tata cara hubungan manusia dengan dirinya sendiri diatur oleh Allah dalam Al-Quran.

“Hai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa:136)

Pada ayat diatas Allah SWT mengingatkan kepada kita agar kita tetap beriman kepada-Nya, serta beriman pula kepada Rukun-rukun iman yang lainnya. Dan Allah SWT juga telah mengingatkan kita bahwa apabila manusia mengingkari rukun iman, mereka telah sesat yang sejauh-jauhnya.

3. Hubungan Manusia dengan sesama Manusia

Setelah kita memantapkan keyakinan terhadap Allah SWT (habluminallah), kemudian menata hubungan dengan dirinya sendiri (hablumminafsi), sebagai mahluk sosial kita dituntut untuk senantiasa berhubungan dengan sesama manusia yang lainnya (hablumminanas). Sebagaimana habluminallah, hablumminafsi, hablumminannas pun diatur oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS Saba’:28)

Allah SWT mengangkat Rasulullah SAW, serta memberinya kitab Al-Qur’anul Karim, yang salah satu fungsinya untuk memberi peringatan kepada seluruh umat manusia juga sebagai pembawa berita gembira. Kita sebagai Mukmin dituntut untuk hidup mencontoh kehidupan Rasulullah SAW sesuai dengan kemampuannya dan termasuk kewajiban juga menyampaikan peringatan dan kabar gembira bagi seluruh umat manusia.

4. Hubungan Manusia dengan Alam

Seorang mukmin tidak cukup memperhatikan dirinya sendirinya, memperhatikan sesama manusia yang lainnya, tetapi dituntut pula untuk memperhatikan hubungannya dengan alam sekitar. Allah SWT mengatur hubungan manusia dengan alam sekitar dalam kitab-Nya.

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS An-Anbiya:107)

Al-Qur’an sebagai kitab suci yang lengkap dan sempurna, isinya memuat aturan-aturan untuk kesejahteraan mahluk-Nya. Tidak saja manusia yang sejahtera tetapi mahluk-mahluk lainnya mendapat rahmat daripada-Nya.

06 Oktober 2009

Lapangnya Dada

Lapangnya Dada


Pada suatu hari ada seorang pemuda yang datang ke rumah seorang kakek yang bijaksana. Pemuda tersebut merasakan hatinya sering gelisah, panik, stress, dan mudah tersinggung sehingga hal itu menyebabkannya selalu berada dalam medan konflik. Untuk itulah ia datang untuk meminta nasehat sang kakek. Kakek itu pun dengan sangat antusias menerima dan mempersilahkannya untuk masuk. Kemudian pemuda itu menceritakan seluruh keluh kesahnya. Sementara sang kakek mendengarkan dengan seksama. Setelah selesai, kakek itu masuk ke dalam rumah kemudian keluar dengan membawa segelas air putih.

"Silahkan diminum” kata sang kakek.
Betapa terkejutnya pemuda itu ketika ia meminum air yang dihidangkan oleh kakek itu.
“Ah… air apa ini kek? Kenapa rasanya asin sekali. Aku belum pernah minum air se-asin ini”.
Sang kakek hanya tersenyum, kemudian mengajak pemuda tersebut ke halaman belakang rumahnya yang luas. Disana terdapat sebuah danau kecil yang airnya bening bersih. Terlihat pula seekor angsa berenang kian kemari. Sang kakek kemudian mendekati pinggir danau dan menaburkan segenggam garam ke seluruh danau sambil menyuruh pemuda itu minum air danau. Tentu saja pemuda itu merasakan air danau yang segar, sejuk dan jernih.

Sang kakek berkata, "Perumpaan gelas dan danau ini adalah seperti hati kita, dan garam sebagai permasalahannya. Terkadang bukan banyaknya masalah yang membuat hati resah, gelisah, dan lainnya. Tetapi karena kita tidak pandai melapangkan dada kita. Segenggam garam ternyata jadi sangat asin dan tidak enak apabila ditaruh pada segelas air. Namun segenggam garam tidak berarti apa-apa apabila kita memiliki hati seluas danau atau lebih luas dari itu".

Cerita diatas sangat menarik untuk disimak dan diresapi karena begitu mudahnya penyakit hati tumbuh berkembang di hati kita. Beratnya masalah tidak mempengaruhi kesehatan hati kalau kita bisa berlapang dada. Orang–orang yang sempit dada (hati), pasti akan merasakan hidup ini sumpek dan berat. Hati adalah hal yang paling penting dari diri manusia. Menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Hati adalah raja, dan anggota tubuh lain prajuritnya. Bahkan diterima atau tidaknya amal seorang anak manusia, tergantung dari hatinya. Allah mengingatkan kita mengenai pentingnya mengelola hati dengan menyuruh kita untuk tidak bersu’udzon karena sebagian darinya adalah dusta. Kita juga dilarang untuk mencari tahu (tajassus), serta selalu mengkonfirmasi setiap berita yang masuk ke kepala kita. Rasulullah-pun mengingatkan bahwa di dalam diri manusia ada segumpal daging yang kalau baik daging itu maka baik pula seluruh tubuh dan apabila jahat (jelek) maka jelek pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah hati. Kadang rasanya berat sekali untuk melapangkan dada ini ketika dikecewakan dan disakiti oleh orang lain. Bahkan persoalan kecilpun akhirnya menjadi besar karena sempitnya hati ini. Hati yang sempit selalu membuat diri ini tidak mampu menerima kebenaran.

Dalam konsep Zeromind Process (Ary Ginanjar, ESQ) kita diingatkan untuk selalu kembali ke fitrah atau hati nurani (Zeromind) sebelum melakukan dan memutuskan apapun. Hal–hal yang biasanya menghambat dalam melapangkan dada diantaranya adalah: prasangka negatif, pengaruh prinsip hidup, pengaruh pengalaman, pengaruh pembanding, pengaruh kepentingan dan prioritas, pengaruh sudut pandang, dan pengaruh literatur. Wallahu’alam bishshowab

Seputih Melati

Seputih Melati



Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri. Pada debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu-debu itu agar dirinya tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes. Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan akan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.

Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya, menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan? Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi putih? Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya. Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya. Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya, tidak membiarkan apapun merubah warna hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya. Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati, seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.

05 Mei 2009

Tarbiyah Ruhiyah


PEMBINAAN

( Urgensi Tarbiyah )


Manusia terdiri dari :

  1. Jasad / Fisik
  2. Ruh / Hati {qalbu}
  3. Akal / Otak

TARBIYAH

  1. Jasadiyah = Makan, Olahraga, dll.
  2. Ruhiyah / Iman = Agama à Islam
  3. Fikriyah = Sekolah à Intelektual

Dari ketiga Tarbiyah itu adalah Tarbiyah Rasulallah yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan Tarbiyah tersebut adalah hak yang harus dipenuhi oleh seorang / pribadi manusia ideal.

Seorang Muslim harus memiliki :

1. Salimul ‘Aqidah ( Aqidah Yang bersih )

yaitu merupakan Ikatan / simpul {ikatan amal}

- Tauhid {meyakini keEsaan Allah}

- Lafadz “Laailaha ilallah” ð telah diturunkan kepd 124.000 Nabi & 3000 Rosul

2. Qowiyyul Jism ( Jasad / Fisik / tubuh yang kuat )

Rasulullah SAW bersabda :

“Mu’min yang kuat lebih dicintai di sisi Allah dari pada Mu’min yang lemah.”

( HR Bukhori & Muslim )

kenapa ?

Karena Kita mempunyai Amanah yaitu “Da’wah”

Pesan Rasulullah SAW kepd Umat Muslim dan Muslimah :

“ Ajarilah Anak-anakmu memanah, berenang, berkuda, dan bergulat”

Tarbiyah Jasadiyah = Riyadhoh

Contoh :

1.Umar Bin Khatab adalah Sahabat Rosul yang kuat dan gagah sehingga ditakuti oleh Kaum Quraisy dan pernah membunuh orang tanpa menebasnya (karena ketakutan melihat Umar)

2.Ali Bin Abi Thalib dapat menebas 7 kepala dengan sekali tebasan oleh pedangnya yang bermata dua.

3. Mustaqaful Fikr ( Mempunyai wawasan yang luas {ilmu, pengetahuan, pengalaman, dll.} )

kenapa ?

Karena orang yang Kita hadapi itu berbeda-beda karakter, sifat, sikap, dsb.

Pesan Rasulullah SAW :

“Sampaikanlah Agama ini sesuai dengan bahan (karakter, sifat, sikap, dsb.) kaumnya”

4. Mujahidun Linafsih ( Bersungguh-sungguh / penuh kesungguhan )

- Tekad yangkuat

- Mujahadah à JIHAD

5. Naafi’ul Lighoirihi ( Bermanfaat bagi orang lain )

Rasulullah SAW bersabda :

“Khoirunnaas anfaauhum linnaas”

“Manusia terbaik adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain” ( HR Bukhori dan Muslim )

6. Shohiihul ‘Ibadah ( Ibadah yang sah / diterima di sisi Allah )

Syarat : 1. Niat à Ikhlas

2. Cara yang dicontohkan oleh Rosul

As-Sunnah => Hadist-hadist yang shahi

Sunah-sunah tersebut harus diamalkan


“jangan sampai timbul Bid’ah”

praktek, ibadah yang tidak dicontohkan dan mengotori / merusak sunnah.

7. Qoodirun ‘Ala Kasbih ( Mampu berpenghasilan / mandiri dalam keuangan / mampu mencari nafkah sendiri )

kenapa ?

Karena menghindari Kita dari ketergantungan terhadap orang lain.

Karena ketergantungan Kita hanya kepada Allah.

Rizki :

99 % à Usaha, Bisnis sendiri

1 % à Kariawan